n3ZqunYfiQZRvj2KcPYxNgIGWaFaFe3cuIvzGd9W

Hukum Merebut Pinangan Orang Lain

Hukum Merebut Pinangan Orang Lain - Tunangan atau khitbah (bahasa arab: الخِطبة) adalah sebuah ikatan janji dalam sebuah hubungan untuk menuju jenjang pernikahan oleh kedua belah pihak, yaitu; dari keluarga laki laki dan perempuan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Al Imam Wahbah Zuhaili dalam kitabnya:

وإنما هي وعد بالزواج

Makna: Semestinya Khitbah hanyalah sebuah janji untuk menikahi saja.[1] Dengan kata lain, keduanya atau diantara keduanya boleh boleh saja membatalkan janji tersebut.

Sedangkan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tunangan atau bertunangan memiliki makna mengumumkan atau menginformasikan secara resmi serta terbuka akan laki laki dan perempuan yang akan menikah.[2] dengan kata lain orang yang sedang bertunangan tidak bisa disebut sebagai suami istri sah.

Tapi, banyak sekali kasus yang terjadi dikalangan masyarakat kita bahwa ada saja orang orang yang ingin merebut pasangan orang lain yang sudah dilamar, lalu bagaimanakah hukumnya merebut pinangan orang lain dalam pandangan agama Islam?

Hukum Merebut Pinangan Orang Lain

Hukum Merebut Pinangan Orang Lain
Memang secara kontekstual lamaran atau tunangan hanya sebuah janji saja yang mana hal tersebut boleh dilaksanakan atau tidak. Akan tetapi dalam persoalan yang berkaitan dengan nikah maka tidak boleh dianggap main main, sebab banyak keterangan yang menguatkannya.

Tujuan adanya tunangan adalah sebuah bukti bahwa diantara kedua belah pihak ingin menikahkan putra dan putri mereka.

Haram Secara Mutlak

Dalam pandangan agama Islam haram hukumnya merebut seorang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain. Sebab Nabi Muhammad Saw bersabda;

حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ سَمِعْتُ نَافِعًا يُحَدِّثُ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ يَقُولُ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.

Makna: diceritakan oleh Ibnu Umar, bahwa nabi Muhammad Saw melarang kalian semua untuk melakukan berjual beli atas jual beli saudaranya, Juga, nabi melarang seseorang melamar seorang wanita yang sudah dilamar oleh saudara-nya, sampai orang yang melamar pertama tadi sudah meninggalkan-nya atau sudah merelakan nya.[3]
  • Pengertian: jika ada seorang wanita yang sudah dilamar dan ia menerimanya maka haram bagi seorang pria untuk meminang dia untuk yang kedua kalinya. Sebab, wanita tersebut sudah menjalin sebuah hubungan akad khitbah dengan seseorang pria yaitu lelaki yang melamar dirinya. Namun andai kata, kedua belah pihak tadi sudah membatalkan khitbahnya, maka boleh bagi siapapun untuk melamar wanita tadi, tapi yang perlu diingat adalah apabila wanita Tersebut masih dalam hubungan khitbah maka tidak boleh seorangpun untuk datang guna melakukan lamaran kepadanya, sebab, nabi Muhammad Saw melarang keras tindakan tersebut.
Kemudian hukum keharaman tersebut merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama, sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam kitab Al Afnaanun-Nadiiyah:

وما رواه البخاري والنسائي عن ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أن رسول الله ﷺ قال:《لَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ》فهذا النهي الصريح في هذه النصوص يدل علی التحريم كما هو مذهب جمهور العلماء.

Makna: Nabi Muhammad Saw bersabda: tidak boleh seseorang melamar seorang wanita yang sudah dilamar oleh saudara-nya, sampai orang yang melamar pertama tadi sudah meninggalkan-nya atau sudah merelakan nya. Hadist ini jelas akan pelarangan nya, didalam hadist ini terdapat bukti yang menunjukkan akan keharaman tersebut, sebagaimana keterangan Madzhab jumhur ulama.[4]
  • Pengertian: Pendapat mayoritas ulama atau sering disebut sebagai jumhur ulama (bahasa arab: جمهور العلماء) sudah menyatakan bahwa haram melakukan merebut pinangan orang lain dengan cara apapun, sebab hal tersebut memang sudah dilarang oleh nabi Muhammad Saw.
Dalam Hadits yang lain juga dijelaskan:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَأْثُرُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا وَلَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ.

Makna: diceritakan dari Abi Hurairah, dari nabi Muhammad Saw, beliau bersabda: Jangan lakukan oleh kalian tindakan berprasangka, karena ber-perasangka tersebut merupakan paling dusta-nya ungkapan, jangan mencari cari kesalahan orang lain, jangan suka menyebarkan rasa kebencian, namun jadilah orang yang bersaudara (rukun) dan Jangan sesekali seorang pria melakukan pinangan ke pinangan saudara-nya, sampai dia menikahi-nya atau meninggalkan-nya.[5]
  • Pengertian: dengan kata lain, orang yang melamar memiliki maksud untuk menikahi wanita tersebut, maka dalam hal ini jika si pelamar belum memenuhi maksudnya yaitu menikahinya atau mungkin saja batal akibat sebab sebab tertentu sehingga ia merelakan wanita tersebut untuk dipinang oleh orang lain maka boleh bagi siapapun untuk melamar wanita tersebut. Namun, jika tidak ada kata kata "pembatalan tunangan" maka haram bagi siapa saja untuk merebutnya.
Sebab adanya larangan ini adalah pasal nya melakukan perebutan lamaran bisa menyebabkan kebencian atau rasa tidak suka diantara kedua belah pihak atau diantara mereka yang bersangkutan.
 
Al Imam At-Tirmidzi mengatakan:

قَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ: إِنَّمَا مَعْنَى كَرَاهِيَةِ أَنْ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ: إِذَا خَطَبَ الرَّجُلُ الْمَرْأَةَ فَرَضِيَتْ بِهِ فَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَتِهِ.

Makna: Malik Bin Anas menuturkan: Sesungguhnya hadist tersebut mengandung makna ketidaksukaan melakukan tindakan melamar perempuan yang sudah dilamar saudaranya, yaitu; ketika seorang lelaki melamar seorang wanita serta ia Ridha dengan lamaran tersebut, maka tidak boleh bagi siapapun melakukan lamaran kepada wanita yang sudah dilamar.[6]
  • Pengertian: tindakan melamar wanita yang sudah dilamar oleh orang lain tersebut merupakan tindakan yang dibenci. Karena bisa menyebabkan munculnya kerusakan dalam tali persaudaraan atau kedua belah pihak. Oleh sebab itulah, nabi melarang melakukan tindakan tersebut.

Kenapa Dilarang Merebut Pinangan Orang Lain?

Secara rasional saja, efek yang akan terjadi jika melakukan tindakan merebut pinangan orang lain adalah bisa merusak tali persaudaraan antar sesama muslim. Jika kita teliti lebih lanjut kandungan hadist nabi Muhammad Saw diatas sebagaimana berikut ini:
  1. Dalam teks "وَكُونُوا إِخْوَانًا" nabi menyebutkan ini sebelum kata khitbah, artinya adalah menunjukan bahwa sesama muslim harus bersaudara dan harus rukun, baik kita menjaga persaudaraan kita melalui menjaga perasaan saudara kita atau sebagainya. Dengan kata lain; seharusnya sebagai saudara muslim yang baik kita membantu mewujudkan apa yang diinginkan oleh saudara kita bukan malah merebut dan menghancurkan perasaan mereka, yaitu; sebab gagal menikah dengan seseorang yang sudah ia lamar.
  2. Dalam teks "حَتَّى يَنْكِحَ" artinya adalah menunjukan bahwa lamaran memiliki tujuan, yaitu; untuk menikahi wanita yang dilamar. Dengan kata lain: orang yang sudah melakukan pertunangan maka ia tidak main main dengan cintanya kepada seseorang yang ia cintai. Maka secara logika kita, apakah layak kita menghancurkan percintaan orang lain? Maka dari sisi sudah dapat kita mengerti bersama bahwa adalah khitbah bukan hanya sekedar janji untuk menikahi melainkan adalah sebuah proses untuk membuktikan janji.
Akhir: secara garis besar, haram hukumnya merebut pinangan orang lain, karena hal tersebut sudah dilarang oleh nabi Muhammad Saw, sebab bisa menimbulkan rasa benci terhadap orang yang sudah meminang terlebih dahulu dan efek besarnya adalah akan menimbulkan perpecahan diantara mereka.

Oleh: M. Rofiannur Al Hamaamuh, SN, DH
Referensi
  1. Kitab: Fiqhul Islam Wa Adillatuh, Juz: 9, Halaman: 19
  2. https://www.kbbi.web.id/tunang.html
  3. Kitab: Sahih Al Bukhari, Nomor Hadist: 4746
  4. Kitab: Al Afnaanun-Nadiiyah Syarah Mandhumah Subulis-Sawiyah Lifiqhis-Sunanil Marwiyah, Juz: 4, Halaman: 281
  5. Kitab: Sahih Al Bukhari, Nomor Hadist: 4747
  6. Kitab: Attashiil Lita'wiilit-Tanziil, Halaman: 95
Related Posts
NU HOW
Mari Berbagi Kebaikan :)

Related Posts